Oleh : Yudi Sirojuddin Syarief
ABSTRAK
Islam
dalam pandangan masyarakat Sunda adalah bagian dari dirinya yang tak bisa dipisahkan.
Islam Sunda dan Sunda Islam kemudian menjadi sebuah jargon yang mewakili keterpaduan
antara masyarakat Sunda dengan agama yang dianutnya yakni Islam. Sejatinya
keterpaduan antara Sunda dan Islam dapat dilihat dari karya yang saling
memengaruhi satu sama lain. Salah satunya ada dalam ranah tafsir al-Qur’an. Makalah
ini dimaksudkan untuk melacak kronologi kemunculan karya tafsir berbahasa Sunda
periode abad ke-20, karena lahirnya tafsir di Nusantara baru hadir pada abad
tersebut. Tidak hanya itu, tulisan ini juga ingin mengurai metode penafsiran
yang dipakai oleh para mufassir dengan menggunakan metodologi penafsiran yang
sudah baku.
Kata
kunci : Islam, Sunda, Tafsir, Al-Qur’an.
Pendahuluan
Al-Qur’an
merupakan pedoman hidup utama umat Islam. Sebagai pedoman, tentunya al-Qur’an
harus dapat dipahami maknanya. Untuk dapat memahami makna al-Qur’an diperlukan
pengetahuan tentang bahasa Arab. Namun, dalam memahami al-Qur’an tidak hanya
pengetahuan bahasa Arab saja yang diperlukan, tapi juga pengetahuan lain yang
berkaitan erat dengan al-Quran, seperti : asba>b al-nuzu>l, ilmu qira>’a>t,
na>sikh mansu>kh, dll.
Sejatinya
bahasa al-Qur’an adalah bahasa Arab. Bahasa al-Qur’an hakikatnya tidak dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa apapun di dunia. Bukan karena tidak ada orang
yang mengerti bahasa Arab, bukan pula karena tidak ada padanan katanya dalam
bahasa lain. Namun karena bahasa Arab dijadikan bahasa al-Qur’an bahasa kitab
suci sehingga menjadikannya bahasa yang transenden dan sakral. Anehnya, Al-Qur’an
adalah sebuah kitab yang paling banyak dibaca orang dan diulang-ulang lagi
membacanya meskipun orang tersebut tidak tahu maknanya.[1]
Sakralitas
kebahasaan tidak menjadikan al-Qur’an kemudian tidak diterjemahkan sama sekali.
Bahkan berbagai bahasa pernah menerjemahkan al-Qur’an. Artinya disini, dalam
pemahaman umat Islam bahasa al-Qur’an tidak dapat digantikan dengan bahasa lain
oleh karenanya dalam terjemahan al-Qur’an biasanya redaksi aslinya yang dalam
bahasa Arab tetap disertakan disamping terjemahan atau tafsirnya.[2]
Sebagai agama yang datang kemudian, Islam adalah unsur 'luar'
bagi orang Sunda. Maka keberislaman orang Sunda dapat diukur dari karya yang
dihasilkan atas perpaduan unsur 'dalam' sebagai fitrah masyarakat Sunda, dan
unsur 'luar', yakni Islam.[3]
Masyarakat
Sunda yang menganggap dirinya adalah bagian yang tak terpisahkan dengan Islam,
juga mencoba memahami bahasa al-Quran dengan menerjemahkan bahkan menafsirkan
al-Qur’an. Meskipun penerjemahan al-Quran ataupun penafsirannya baru dapat
dilaksanakan setelah abad ke-19, namun ternyata karya yang dihasilkannya tidak
sedikit.
Sejarah Terjemah
dan Tafsir Al-Qur’an Basa Sunda
Sudah
banyak karya terjemah dan tafsir berbahasa Sunda yang dihasilkan oleh orang
Sunda. Dilihat dari kronologi penulisan terjemah dan tafsir al-Qur’an berbahasa
Sunda, maka yang pertama kali memulai pemaknaan al-Qur’an dalam bahasa Sunda
adalah Haji Hasan Moestafa. Dia menyajikan terjemahan al-Qur’an pada tahun 1920
dalam bentuk dangding. Haji Hasan Moestapa menerjemahkan 105 ayat terpilih yang
dianggap relevan untuk hidup orang Sunda.[4]
Terjemahan
sesungguhnya juga penafsiran, karena pihak penerjemah dalam memilih kata dan
menyusun kalimat juga melakukan ijtihad, terlebih jika menyangkut masalah
keilmuan atau fakta historis yang sejak awal sudah mengundang perdebatan.[5]
Disusul
kemudian oleh KH. Ahmad Sanusi, Malja’ al-T}a>libi>n fi> Tafsi>r Kala>m Rabb al-‘A<lami>n (Batavia :
Habib Usman, 1931) terjemah al-Qur’an menggunakan huruf pegon (Bahasa Sunda
yang ditulis dengan huruf Arab). Ajengan dari Sukabumi ini adalah tokoh Sarikat
Islam dan pendiri Al-Ittihadiat al-Islamiyah. Beliau juga pendiri Pesantren Syamsul
‘Ulum atau yang lebih dikenal dengan Pesantren Gunung Puyuh Sukabumi. Karyanya
sebanyak 75 buah dalam berbagai bidang.
Selanjutnya
adalah KH. Iskandar Idris dengan Tafsir
Hibarna (1932)[6],
namun setelah diteliti tafsir ini ternyata hanya bagian judulnya saja yang
berbahasa Sunda sedangkan isinya berbahasa Indonesia.[7]
Kemudian
KH. Ahmad Sanusi, Rawd{at al-‘Irfa>n fi> Ma’rifat al-Qur’a>n (Batavia :
Habib Usman, 1934) merupakan tafsir kedua karyanya yang juga ditulis dengan
huruf pegon baru kemudian A. Hassan, Tafsir
Al-Foerqan Basa Sunda, terjemahan, (Bandung : Taman
Poestaka Persatoean Islam, 1937).[8]
Selanjutnya,
Bupati Bandung R.A.A Wiranatakusumah V pada 1940-an menulis tafsir surat al-Baqarah
juga dalam bentuk dangding mengikuti pola penafsiran yang digagas pertama kali
oleh Haji Hasan Moestapa.
Kemudian
H. Mhd. Romli dan H.N.S. Midjaja, Nu>rul Baja>n:
Tafsir Qur’an Basa Sunda (Bandung: N.V. Perboe, 1960).[9]
Disusul
oleh KH. Qamaruddin Shaleh, H.A.A. Dahlan, dan Yus Rusamsi, Al-Ami>n : Al-Qur’an Tarjamah Sunda (Bandung : Diponegoro,
1971)[10],
KH. Anwar Musadad, dkk., Tafsir Al-Quran
Basa Sunda (Bandung : Kanwil Depag Propinsi Jawa Barat, 1978).
Generasi
selanjutnya adalah Moh. E. Hasim, Ayat
Suci Lenyepaneun (Bandung : Pustaka, 1984).[11] Mufassir
otodidak dari Bandung ini memang tidak punya latar belakang pendidikan formal
maupun pesantren. Namun, karyanya yang terdiri dari 30 jilid ini menunjukkan
bahwa kapasitas keilmuannya tidak kalah dengan jebolan pesantren maupun sarjana
dari perguruan tinggi. Kemampuannya dalam berkomunikasi dalam beberapa bahasa
menjadikannya mempunyai wawasan pengetahuan yang sangat luas. Pengetahuan keislamannya
pun tidak rendah. Dia mampu membaca al-Quran dalam kesejarahannya dan mengambil
spiritnya untuk kemudian disajikan pada masa kini. Hasim mengeksplorasi seluruh
keilmuannya dalam karyanya ini. Dia memasukkan seluruh unsur-unsur kesundaan
mulai dari undak usuk basa, babasan, paribasa, bahasa serapan dan gaya bahasa.
Bahkan nuansa kesundaan sangat kental terlihat di dalam tafsirnya. Hasim dapat
menyajikan Islam yang sangat dekat dengan tanah Pasundan. Pendeknya, Hasim
berhasil membumikan al-Qur’an di tanah Sunda meski ia tidak lahir dan
dibesarkan oleh salah satu agen perubahan sosial.
Kemudian
H.R. Hidayat Suryalaga, Nurhidayah
Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an Winangun Pupuh (Bandung : Yayasan
Nurhidayah, 1994).[12]
Budayawan Sunda yang satu ini menganggap bahwa karyanya merupakan salah satu
penunaian atas tugasnya dari Allah Swt sebagai manusia Sunda. Kesadarannya
untuk melakukan tugas tersebut dipicu oleh lemahnya masyarakat Sunda terpelajar
sekalipun untuk mau membaca terjemah al-Quran. Terbukti dengan setiap lontaran
pertanyaannya tentang khatam membaca terjemah al-Quran pada setiap mahasiswa
bimbingannya dijawab kompak dengan jawaban tidak pernah. Kemudian dia mulai
melihat dan mencoba memberikan sentuhan lain dalam pola penerjemahan yang
dianggapnya kaku.[13]
Pilihannya jatuh pada pola pupuh yang terikat rima dan suku kata pada tiap
barisnya. Selain dapat dibaca dengan cara bersajak, pola yang sama dapat pula dinyanyikan
lewat tembang Sunda cianjuran dengan diiringi kacapi suling. Kerja kerasnya
selama belasan tahun menghasilkan karya utuh berupa terjemah al-Qur’an 30 juz
dalam bentuk pupuh. Meskipun karyanya kurang mendapat apresiasi dari khalayak.
Namun, karyanya dipandang yang paling kreatif dan unik oleh para peneliti.[14]
Di sinilah kerja besar Hidayat Suryalaga itu terlihat menjadi
sangat penting. Hidayat telah memberikan spirit positif, bahwa unsur 'luar' itu
bisa ditembus, diselami, ditaekan,
oleh orang Sunda, justru dengan kesundaannya. Akulturasi ini begitu berharga,
di tengah dikotomi Islam-Arab dan Islam-lokal yang tetap menguat.[15]
Selanjutnya
H.M. Djawad Dahlan dengan karyanya Al-Munir
: Al-Qur’an Tarjamah Basa Sunda (Bandung : Pustaka Fithri, 2005).[16] Pemerintah
Propinsi Jawa Barat dalam hal ini diwakili oleh Lembaga Pengembangan Tilawatil
Qur’an (LPTQ) Propinsi Jawa Barat dengan merekrut beberapa pakar al-Qur’an dan
Bahasa Sunda menyusun sebuah terjemah al-Qur’an berbahasa Sunda (merupakan
revisi dari terjemah sebelumnya) dengan judul Al-Qur'an Miwah Tarjamahna Dina Basa
Sunda (Bandung : LPTQ Jabar, 2006)[17]
Dalam sambutannya, Gubernur Jawa
Barat menyatakan bahwa penerbitan Al-Qur’an Miwah Tarjamahna Dina Basa Sunda
bertujuan untuk meningkatkan interaksi masyarakat Sunda dengan al-Qur’an, bukan
hanya mengagumi tulisan dan bacaannya namun lebih ditekankan pada upaya
memahami dan mengamalkannya.[18]
Sampai disini, sepanjang pengetahuan
penulis belum ada lagi karya tafsir berbahasa Sunda terbaru yang telah ditulis
dan dipublikasikan.
Terjemah Paling Awal
Dari penelusuran kronologis, maka
terjemah paling awal adalah Haji Hasan Moestapa dengan 105 ayat pilihan yang
diterjemahkan dalam bentuk dangding. Haji Hasan Moestapa adalah budayawan dan
cendikiawan Sunda. Orang Sunda menyebutnya penghulu Haji Hasan Moestapa. Beliau
dilahirkan di Garut, 3 Juni 1852 M dari keluarga priyayi. Kedua orangtuanya
menginginkan Hasan Moestapa menjadi ulama. Keduanya bernadzar dengan melakukan
puasa senin-kamis selama kurang lebih 5 tahun. Hasan dididik untuk bisa mengaji
sedari kecil yang diajar langsung oleh ayahnya, Mas Sastramanggala (Haji
Usman). Pada usia 7 tahun dia dititipkan ke Kyai Hasan Basri untuk belajar
mengaji al-Qur’an. Usia 8 tahun dia sempat dimasukkan ke sekolah Belanda oleh
tuan Holle, namun ayahnya memohon untuk membawa anaknya ke Mekkah. Penghulu
Haji Hasan Moestapa adalah kyai sekaligus budayawan yang berhasil memadukan
kesundaan dan keislaman dalam satu kesatuan yang belum ada tandingannya.
Tafsir Paling Awal
Adapun tafsir paling awal adalah
tafsir karya KH. Ahmad Sanusi yang berjudul Rawd}at
al-‘Irfa>n fi Ma’rifat al-Qur’a>n.
Buku ini merupakan karya kedua KH. Ahmad Sanusi setelah Malja’ al-T}a>libi>n
fi> Tafsi>r Kala>m Rabb al-‘A<lami>n.
Terjemah Paling Populer
Terjemahan paling banyak dijumpai
sampai sekarang di toko buku adalah Al-Amin : Al-Qur’an
Tarjamah Sunda
buah karya KH. Qamaruddin Shaleh, H.A.A. Dahlan, dan Yus Rusamsi, (Bandung : Diponegoro,
1971). Disusul oleh H.M. Djawad Dahlan dengan bukunya Al-Munir : Al-Qur’an Tarjamah Basa Sunda (Bandung : Pustaka Fithri,
2005). Keduanya merupakan terjemahan lengkap 30 juz. perbedaan di antara keduanya hanyalah pada
transliterasi huruf alif dan kode pelafalannya. Disamping itu pada Al-Munir, setiap terjemahan surat diawali dengan
keterangan singkat seputar riwayat pewahyuan dan inti sari maksudnya sedangkan
Al-Amin tidak.[19]
Baik
Al-Amin maupun Al-Munir keduanya berisi teks al-Quran di sebelah kanan dan
terjemah di sebelah kirinya. Al-Amin merupakan hasil kerja selama 7 tahun
sedangkan Al-Munir merupakan hasil pengajian selama 13 tahun.[20]
Tafsir Paling Populer
Di
antara seluruh karya tafsir Sunda, maka Ayat
Suci Lenyepaneun karya Moh. E. Hasim, Mufasir
poliglot[21]
dari Bandung yang dianggap paling berhasil menyampaikan kandungan Alquran
kepada orang banyak. Bukunya telah berkali-kali dicetak ulang dan diterjemahkan pula ke dalam bahasa Indonesia.
Atas jasa-jasanya, Moh. E. Hasim mendapatkan Hadiah Sastra Rancage 2001,[22]
merupakan
kitab tafsir paling populer sampai saat ini.[23]
Buku yang amat populer ini terdiri
atas 30 jilid. Isinya menerangkan arti dan maksud tiap-tiap ayat, dengan
menguraikan kandungan arti tiap-tiap kalimat, bahkan tiap-tiap kata. Gaya
bahasanya mudah dimengerti, dan diperkaya dengan ilustrasi dari kehidupan
sehari-hari.[24]
Dalam
sisi penyajiannya, tafsir Ayat Suci
Lenyepaneun menyajikannya sebagai berikut : nama surat beserta artinya,
lafazh basmalah lengkap dengan redaksi latinnya, ayat al-Qur’an secara utuh,
terjemah ayat, kosa kata Arab dalam ayat terkait, dan terakhir penjelasan atau
tafsirnya. Kemudian adanya penggunaan huruf latin untuk meredaksikan ayat.
Penggunaan huruf latin ini ditujukan untuk pembaca yang tidak mampu membaca huruf
Arab dapat terbantu. Buku ini juga dilengkapi dengan pedoman transliterasi
Arab-Latin yang gunanya untuk menjaga dari kesalahan dalam membaca.[25]
Selain
itu pemotongan ayat dalam kata per kata. Tiap-tiap ayat yang sudah
diterjemahkan dan ditulis redaksinya dalam huruf latin kemudian dipotong-potong
kata per kata dan kemudian diberikan tulisan latinnya beserta arti. Ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran makna tiap kata, agar pembaca dapat
mengerti terjemahan kata per kata. Setelah potongan ayat tersebut diberikan
artinya masing-masing, langkah selanjutnya adalah memberikan uraian makna.[26]
Uraian makna yang disajikan Hasim
sangat menyentuh hati. Kedalaman ilmunya mampu memberikan pengertian yang luas
dengan nuansa kesundaan yang fasih. Dia mengerahkan nilai-nilai kebahasaan
budaya Sunda yang dimilikinya, mulai dari gaya bahasa, undak-usuk basa,
babasan, paribasa, bahkan bahasa serapan dari bahasa ilmiah maupun bahasa
asing.
Terjemah Paling Unik
Salah
satu karya terjemah yang dianggap paling unik dan kreatif adalah Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an
Winangun Pupuh karya R. Hidayat Suryalaga.[27]
Isinya
adalah terjemahan al-Qur’an yang disusun dalam bentuk pupuh. Adapun pupuh adalah salah satu bentuk puisi Sunda yang
terikat oleh pola rima dan jumlah suku kata pada tiap barisnya, dan biasanya
dijadikan lirik tembang.[28]
Adapun pupuh yang dipakai dalam
Nurhidayah ini hanya 4 pupuh dari 17 pupuh yang ada, yakni Asmarandana, Sinom,
Kinanti, dan Dangdanggula yang disebut dengan Sekar Ageung. Sekar ageung inilah
yang biasanya dipakai untuk Tembang Sunda Cianjuran. Contohnya :
Pupuh Asmarandana
117/I/:2/97.
Seug bejakeun masing sidik,
saha anu ngamusuhan,
ka Jibril utusan Alloh,
anu nyandak pidawuh-Na,
nu nitiskeun al-Qur’an,
jinek dumuk jero kalbu,
Pupuh Sinom
123/I/:2/102.
Naha ari arandika,
kacida ngagugu sihir,
anu dibaca ku setan,
jaman Sulaeman Nabi,
Sulaeman teu kapir,
nu kapir mah setan wungkul,
ngajar sihir ka jalma,
rupa-rupa elmu sihir,
Diajarkeun ku malaikat duaan.[30]
Pupuh
Kinanti
130/I/:2/106.
Ayat-ayat nu
dimansuh,
ku Alloh teh
sina lali,
sina hilap nu
tiheula,
seug Kersaning
Maha Suci,
digentos ku ayat
anyar,
atanapi nu
sabanding.[31]
Pupuh
Dangdanggula
136/I/:2/110
Heh andika ulah
lanca linci,
pek sarolat husu
ka Pangeran,
kana jakat ulah poho,
reujeung
mangkana maphum,
keur andika
estuning wajib,
usaha jeung
tarekah,
maslahat tinemu,
andika meunang
ganjaran,
saestuna Alloh teh
Maha Tingali,
kana gawe
andika.[32]
Bukan
hanya itu, kehadiran bukunya yang unik dan kreatif ini tidak menimbulkan
kontroversi di kalangan ulama umat Islam. Berbeda kasusnya dengan ketika
diluncurkannya Al-Qur’an Bacaan Mulia
karya HB. Jassin pada tahun 1978 yang menuai kontroversi dan kecaman dari ulama
dan mengundang MUI untuk meneliti terjemahnya.[33]
Dia
berhasil meyakinkan MUI, Depag, dan ICMI dan melampirkan sambutan dari
masing-masing lembaga tersebut pada tiap jilid bukunya.
Tafsir Sunda dan Metode Penafsiran
Dalam kajian metodologi tafsir,
meminjam paradigma yang digagas oleh Nashruddin Baidan, ada 3 kategori yang
menjadi patokan. Pertama, bentuk tafsir, kedua, metode tafsir, dan ketiga,
corak tafsir.
Yang dimaksud dengan bentuk tafsir adalah
penafsiran yang dikaitkan dengan sumber penafsiran. Bentuk penafsiran ini ada
dua : al-ma’thu>r dan al-ra’yu. Al-ma’thu>r yaitu penafsiran yang lebih banyak didasarkan atas sumber
yang diriwayatkan atau diterima dari Nabi Saw sedangkan al-ra’yu adalah bersumber dari pemikiran.[34]
Sedangkan yang dimaksud dengan
metode tafsir disini adalah metode penafsiran al-Qur’an yang secara garis besar
melalui empat metode, yaitu : ijma>li> (global),[35]
tah}li>li> (analitis),[36]
muqa>rin (perbandingan),[37]
dan mawdhu>’i> (tematik).[38]
Adapun yang dimaksud dengan corak
tafsir adalah pendekatan dalam kajian tafsir tersebut. Misalnya : tasawuf,
fiqih, filsafat, ‘ilmiah, ada>bi> ijtima>’i, dll.[39]
Secara bentuk, tafsir Sunda
sebagaimana buku-buku tafsir yang hadir pada periode modern, maka kecenderungan
bentuk tafsir yang hadir adalah bentuk tafsi>r
bi al-ra’yi.[40]
Dalam kajian metode tafsir, tafsir
Sunda juga tidak lepas dari empat metode tersebut. Beberapa terjemahan dapat
dikategorikan ke dalam metode penafsiran global (ijma>li>). Adapun buku-buku yang termasuk pada tafsir al-Qur’an
dimasukkan pada metode penafsiran analitis (tah{li>li>). Secara garis besar, metode penafsiran yang dipakai oleh
mufassir Sunda berkisar pada dua metode tersebut. Namun, tidak terlihat dari
beberapa literatur tafsir al-Qur’an yang masuk pada kategori tafsir yang
menggunakan metode perbandingan (muqa>rin) ataupun tematik (mawdhu>’i>).
Sedangkan dalam corak penafsiran,
karena bentuk penafsiran menggunakan bentuk al-ra’yu maka corak penafsirannya dapat lebih bebas. Artinya mereka
dapat memilih corak apa saja selama didukung oleh masing-masing, baik bidang
tasawuf, fiqih, filsafat, ilmiah, bahasa, social kemasyarakatan. Namun semua
tafsir tidak ada yang mengacu pada corak tertentu, jadi semuanya bersifat umum.[41]
Penutup
Demikian uraian singkat tentang
kronologi dan metodologi tafsir Sunda yang bisa saya sampaikan. Tentunya
kelebihan adalah milik Allah Swt semata dan kekurangan semata-mata adalah kebodohan
dan kekhilafan saya pribadi. Walla>hu a’lam bi} al-S}awa>b.
DAFTAR PUSTAKA
Abror, Indal.
“Potret Kronologis Tafsir Indonesia.” Jurnal
Esensia Vol. 3 No. 2 Juli 2002.
Anwar, Rosihon. Al-Qur’an Miwah Tarjamahna Dina Basa Sunda, http://rosihonanwar.blogspot.com/2009/02/al-quran-miwah-tarjamahna-dina-basa.html diakses tgl 19
Februari 2013.
Baidan,
Nashruddin. Perkembangan Tafsir Al-Qur’an
di Indonesia, Solo : Tiga Serangkai, 2003.
Hidayat,
Komaruddin. Memahami Bahasa Agama; Sebuah
Kajian Hermeneutik, Jakarta : Paramadina, 1996.
Nashruddin
Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000.
Setiawan, Hawe. Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran
Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/
alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
Suryalaga, R.
Hidayat. Nurhidayah Saritilawah Basa
Sunda Al-Qur’an Winangun Pupuh, Bandung : Yayasan Nurhidayah, 1994.
Yahya,
Iip Dzulkipli. Saritilawah Nurhidayah
Karya Besar Miskin Apresiasi, http://sundanet.com/article/content/189, diakses tgl 10 Februari 2013.
Zarkasyi, Jaja. Bahasa Sunda dalam penafsiran Al-Qur’an,
Tesis, Jakarta : SPs UIN Jakarta, 2009.
Zimmer, Benyamin G.Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi Penerjemahan dan Penafsiran Kaum
Muslim di Jawa Barat, Makalah
pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13
Februari 2013.
[1]
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama; Sebuah Kajian
Hermeneutik, (Jakarta : Paramadina, 1996), 178.
[2]
Benyamin
G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda
: Ideologi Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN
Sunan Gunung Djati Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/
diakses 13 Februari 2013.
[3] Iip Dzulkipli
Yahya, Saritilawah Nurhidayah Karya Besar
Miskin Apresiasi, http://sundanet.com/article/content/189, diakses tgl 10 Februari 2013.
[4]
Benyamin
G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda
: Ideologi Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN
Sunan Gunung Djati Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/
diakses 13 Februari 2013.
[5] Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama; Sebuah Kajian
Hermeneutik, (Jakarta : Paramadina, 1996), 175.
[6]
Rosihon
Anwar, Al-Qur’an Miwah Tarjamahna Dina
Basa Sunda, http://rosihonanwar.blogspot.com/2009/02/al-quran-miwah-tarjamahna-dina-basa.html
diakses tgl 19 Februari 2013.
[7] Indal Abror, “Potret Kronologis
Tafsir Indonesia.” Jurnal Esensia Vol. 3
No. 2 (Juli 2002), 195.
[8]
Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran
Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari
2013.
[9] Hawe Setiawan, Al-Qur’an
dan Tafsir Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari 2013.
[10]
Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran
Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari
2013.
[11]
Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran
Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari
2013.
[12]
Benyamin G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi
Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah
pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13 Februari 2013.
[13]
Iip Dzulkipli Yahya, Saritilawah Nurhidayah Karya Besar Miskin
Apresiasi, http://sundanet.com/article/content/189, diakses
tgl 10 Februari 2013.
[14]
Lihat Benyamin G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi
Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah
pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13 Februari 2013. Lihat
juga Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir
Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari
2013.
[15]
Iip
Dzulkipli Yahya, Saritilawah Nurhidayah
Karya Besar Miskin Apresiasi, http://sundanet.com/article/content/189, diakses tgl 10 Februari 2013.
[16]
Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran
Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari
2013.
[17] Rosihon Anwar, Al-Qur’an
Miwah Tarjamahna Dina Basa Sunda, http://rosihonanwar.blogspot.com/2009/02/al-quran-miwah-tarjamahna-dina-basa.html diakses tgl 19 februari 2013.
[18] Rosihon Anwar, Al-Qur’an
Miwah Tarjamahna Dina Basa Sunda, http://rosihonanwar.blogspot.com/2009/02/al-quran-miwah-tarjamahna-dina-basa.html diakses tgl 19 februari 2013.
[19]
Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran
Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari
2013.
[20]
Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran
Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari
2013.
[21] po·li·glot 1 a
dapat mengetahui, menggunakan, dan menulis dl banyak bahasa; 2 n
orang yg pandai dl berbagai bahasa; http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php diakses 20 Februari 2013.
[22]
Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran
Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari
2013.
[23] Jaja Zarkasyi, Bahasa Sunda dalam penafsiran Al-Qur’an,
Tesis (Jakarta : SPs UIN Jakarta, 2009).
[24]
Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran
Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari
2013.
[25]
Jaja Zarkasyi, Bahasa Sunda dalam penafsiran Al-Qur’an,
Tesis (Jakarta : SPs UIN Jakarta, 2009).
[26]
Jaja Zarkasyi, Bahasa Sunda dalam penafsiran Al-Qur’an,
Tesis (Jakarta : SPs UIN Jakarta, 2009).
[27]
Lihat Benyamin G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi
Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah
pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung,
23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13 Februari 2013. Lihat
juga Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir
Sunda, Pikiran Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari
2013.
[28]
Hawe Setiawan, Al-Qur’an dan Tafsir Sunda, Pikiran
Rakyat, 23 September 2006, http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/alquran-dan-tafsir-sunda/ diakses tanggal 19 Februari
2013.
[29]
R. Hidayat Suryalaga, Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an
Winangun Pupuh, (Bandung : Yayasan Nurhidayah, 1994), 60.
[30]
R. Hidayat Suryalaga, Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an
Winangun Pupuh, (Bandung : Yayasan Nurhidayah, 1994), 62.
[31]
R. Hidayat Suryalaga, Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an
Winangun Pupuh, (Bandung : Yayasan Nurhidayah, 1994), 65.
[32]
R. Hidayat Suryalaga, Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an
Winangun Pupuh, (Bandung : Yayasan Nurhidayah, 1994), 67.
[33]
Benyamin G. Zimmer, Al-Arabiyyah dan Bahasa Sunda : Ideologi
Penerjemahan dan Penafsiran Kaum Muslim di Jawa Barat, Makalah
pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 23 Juni 2000. http://sundaislam.wordpress.com/2008/01/09/al-arabiyyah-dan-bahasa-sunda/ diakses 13 Februari 2013.
[34]
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia,
(Solo : Tiga Serangkai, 2003), 9.
[35] Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an
secara ringkastapi mencakup, dengan bahasa yang popular, mudah dimengerti, dan
enak dibaca. Nashruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), 13.
[36] Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang
ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai
dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Nashruddin
Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), 31.
[37]
Pertama, membandingkan teks
ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi dalam dua
kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang
sama. Kedua, membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis yang lahirnya tampak
bertentangan. Ketiga, membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam
menafsirkan al-Qur’an. Nashruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), 65.
[38] Membahas ayat-ayat al-Qur’an
sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan,
dihimpun kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang
terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya. Semua
dijelaskan dengan rinci dan tuntas serta didukung oleh dalil-dalil atau
fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen itu
al-Qur’an, hadis, ataupun pemikiran rasional. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), 3.
[39]
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), 9.
[40]
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia,
(Solo : Tiga Serangkai, 2003), 91.
[41]
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia,
(Solo : Tiga Serangkai, 2003), 92.
Assalamualaikum,.. Mohon maaf sebelumnya ustadz, saya sedang mencari kitab tafsir tulisan arab berbahasa sunda karangan
BalasHapusKH. Ahmad Sanusi, judul tafsirnya kalo tidak salah "Kanz al-rahmah wa al-lutf fi tafsir surah al-kahf".
Adalah tafsir surat al-kahfi bahasa sunda yang ditulis dengan huruf arab. Mengenai cetakannya saya lupa lagi, namun jika dilihat dari beberapa tafsir alquran yang masih ada dengan pengarang yang sama (KH. Ahmad Sanusi) disitu tertulis tahun 1934, Mohon info alamat toko buku atau alamat perpustakaan yang berkaitan dengan tafsir tersebut, syukur alhamdulillah jika ustadz memilikinya saya tidak kesulitan lagi mencari.
Tafsir ini untuk ayah saya yang sangat kehilangan buku itu sejak kurang lebih 17 tahun silam (1997). beliau mendapatkan tafsir itu dari kakek saya, hilang karena kecerobohan dan kelalaian saya sendiri oleh karena itu saya ingin menggantinya.
ustadz bisa menghubungi saya via email: khangzack@gmail.com atau lewat sms ke 087823373398 atas perhatian dan informasinya saya ucapkan terimakasih, jazakalloh Khoiron Katsiro.
Wassalam.
kira-kira ini judul tafsir itu dalam bahasa arab ﻛﻨﺰ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻭﺍﻟﻠﻄﻒ ﻓﻰ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻜﻬﻒ
BalasHapuswa'alaikumussalam...
BalasHapusmohon maaf, sampai saat ini saya belum pernah tahu tentang kitab tersebut. yang saya tahu tentang karya-karya KH. Ahmad Sanusi adalah yang tertera di atas.
https://lalaronartasyikay.blogspot.com/2019/01/life-skill-menggambar.html?m=1
BalasHapusAam siti aminah 3D
BalasHapushttps://aamsitia5.blogspot.com/2019/01/makalah-hadits-tentang-pernikahan.html?m=1