Alhamdulillah, ini salah satu pesanan yang sudah jadi.
Kamis, 26 Juni 2014
Minggu, 22 Juni 2014
Desain Spanduk
Salah satu keterampilan lain yang saya miliki adalah membuat desain. Di antaranya spanduk. Keahlian ini saya pelajari dari adik saya Deni Hamdani Firdaus ketika membuat buku dengan coreldraw. Kemampuan ini berkembang dari amatir hingga sekarang menerima pesanan spanduk. berikut beberapa hasil desain yang sudah jadi.
Alhamdulillah, beberapa teman dan mitra sudah menjadi pelanggan. Ssssst.... bagi anda yang mau pesan spanduk, silakan.... ditunggu ya!
Alhamdulillah, beberapa teman dan mitra sudah menjadi pelanggan. Ssssst.... bagi anda yang mau pesan spanduk, silakan.... ditunggu ya!
Senin, 17 Maret 2014
TAFSIR AYAT SUCI LENYEPANEUN KARYA MOH. E. HASIM
Oleh : Yudi Sirojuddin Syarief
yusriefbineza@gmail.com
PENDAHULUAN
Membicarakan Khazanah Tafsir al-Qur’an di Indonesia memiliki daya
jangkau yang sangat luas. Hal ini disebabkan oleh luasnya daerah di Nusantara
ditambah dengan jumlah penduduknya yang sangat banyak dan mayoritas beragama
Islam. Sehingga ketika kita membicarakan tafsir Indonesia maka yang termasuk
pada istilah ini ada 3 varian. Pertama, tafsir berbahasa Indonesia atau melayu yang
ditulis dengan huruf arab pegon, kedua, tafsir bahasa Indonesia yang ditulis
dengan huruf latin, ketiga, tafsir berbahasa daerah.[1]
Di antara ratusan bahasa daerah di Indonesia yang memiliki khazanah
tafsir al-Qur’an adalah tafsir berbahasa Sunda. Dalam catatan saya kurang lebih
sudah ada 12 karya yang berupaya untuk menerangkan al-Qur’an dengan bahasa
Sunda. Salah satu karya tafsir bahasa
Sunda yang paling lengkap (karena terdiri dari 30 jilid dengan menggunakan metode
ta>h}li>li>),
mutakhir (mulai diterbitkan pada akhir abad ke-20), dan kontekstual
(menghubungkan dengan situasi dan kondisi saat ini) adalah Tafsir Ayat Suci
Lenyepaneun karya Moh. E. Hasim.
NURHIDAYAH TAFSIR SUNDA PALING UNIK
Oleh : Yudi Sirojuddin Syarief
yusriefbineza@gmail.com
PENDAHULUAN
Salah satu
bukti kekayaan intelektual hasil dari asimilasi antara Islam dan Budaya Sunda
adalah Tafsir al-Qur’an berbahasa Sunda. Sejatinya Islam dan Sunda adalah dua
hal yang berbeda. Intensitas pergulatan antara Islam dan Sunda yang sangat
tinggi menyebabkan bukti kekayaan intelektual yang tidak sedikit. Setidaknya
sejak Penghulu Haji Hasan Mustapa hingga Hidayat Suryalaga tidak kurang dari 10
karya berhasil ditelurkan. Di antara karya-karya yang berhasil diterbitkan, ada
satu karya yang menjadi sorotan. Nurhidayah Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an
Winangun Pupuh buah karya R. Hidayat Suryalaga.
Benyamin G.
Zimmer mengatakan :
“Tafsir Sunda baru yang barangkali
paling unik adalah yang disusun oleh R. Hidayat Suryalaga. Pada tahun 1994,
Hidayat menerbitkan tafsir juz 1, 2, 3, dan 30, lalu menerjemahkan juz-juz yang
lain, dengan judul Saritilawah Basa Sunda. Seperti Haji Hasan Moestapa
dan R.A.A. Wiranatakoesoemah V, Hidayat menggunakan bentuk dangding untuk
tafsirnya. Uniknya, Karya Hidayat ditulis khusus untuk dipertunjukkan dengan
musik tembang Sunda. Ketika diterbitkan Saritilawah Basa Sunda dilengkapi
dengan kaset-kaset tembang Sunda. Di samping itu ayat-ayatnya juga
dipertunjukkan oleh seniman Sunda dalam siaran Ramadhan TVRI Bandung pada bulan
Ramadhan tahun 2000.”[1]
Nurhidayah
Saritilawah Basa Sunda Al-Qur’an Winangun Pupuh berarti Terjemah Al-Qur’an
dalam bahasa Sunda dalam bentuk pupuh.[2] Karya
ini merupakan Karya ini dipilih disebabkan beberapa hal : pertama, karya ini dihasilkan
pada penghujung abad ke-20. Kedua, penulis karya ini bukan berasal dari
kalangan pesantren, ketiga, mempunyai metode penafsiran yang khas, keempat,
menghasilkan penafsiran secara lengkap 30 juz, kelima, menghabiskan waktu 13 tahun
untuk menyelesaikannya.
Melacak Kronologi dan Metodologi Tafsir Sunda
Oleh : Yudi Sirojuddin Syarief
ABSTRAK
Islam
dalam pandangan masyarakat Sunda adalah bagian dari dirinya yang tak bisa dipisahkan.
Islam Sunda dan Sunda Islam kemudian menjadi sebuah jargon yang mewakili keterpaduan
antara masyarakat Sunda dengan agama yang dianutnya yakni Islam. Sejatinya
keterpaduan antara Sunda dan Islam dapat dilihat dari karya yang saling
memengaruhi satu sama lain. Salah satunya ada dalam ranah tafsir al-Qur’an. Makalah
ini dimaksudkan untuk melacak kronologi kemunculan karya tafsir berbahasa Sunda
periode abad ke-20, karena lahirnya tafsir di Nusantara baru hadir pada abad
tersebut. Tidak hanya itu, tulisan ini juga ingin mengurai metode penafsiran
yang dipakai oleh para mufassir dengan menggunakan metodologi penafsiran yang
sudah baku.
Kata
kunci : Islam, Sunda, Tafsir, Al-Qur’an.
Pendahuluan
Al-Qur’an
merupakan pedoman hidup utama umat Islam. Sebagai pedoman, tentunya al-Qur’an
harus dapat dipahami maknanya. Untuk dapat memahami makna al-Qur’an diperlukan
pengetahuan tentang bahasa Arab. Namun, dalam memahami al-Qur’an tidak hanya
pengetahuan bahasa Arab saja yang diperlukan, tapi juga pengetahuan lain yang
berkaitan erat dengan al-Quran, seperti : asba>b al-nuzu>l, ilmu qira>’a>t,
na>sikh mansu>kh, dll.
Sejatinya
bahasa al-Qur’an adalah bahasa Arab. Bahasa al-Qur’an hakikatnya tidak dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa apapun di dunia. Bukan karena tidak ada orang
yang mengerti bahasa Arab, bukan pula karena tidak ada padanan katanya dalam
bahasa lain. Namun karena bahasa Arab dijadikan bahasa al-Qur’an bahasa kitab
suci sehingga menjadikannya bahasa yang transenden dan sakral. Anehnya, Al-Qur’an
adalah sebuah kitab yang paling banyak dibaca orang dan diulang-ulang lagi
membacanya meskipun orang tersebut tidak tahu maknanya.[1]
Sakralitas
kebahasaan tidak menjadikan al-Qur’an kemudian tidak diterjemahkan sama sekali.
Bahkan berbagai bahasa pernah menerjemahkan al-Qur’an. Artinya disini, dalam
pemahaman umat Islam bahasa al-Qur’an tidak dapat digantikan dengan bahasa lain
oleh karenanya dalam terjemahan al-Qur’an biasanya redaksi aslinya yang dalam
bahasa Arab tetap disertakan disamping terjemahan atau tafsirnya.[2]
Sebagai agama yang datang kemudian, Islam adalah unsur 'luar'
bagi orang Sunda. Maka keberislaman orang Sunda dapat diukur dari karya yang
dihasilkan atas perpaduan unsur 'dalam' sebagai fitrah masyarakat Sunda, dan
unsur 'luar', yakni Islam.[3]
Masyarakat
Sunda yang menganggap dirinya adalah bagian yang tak terpisahkan dengan Islam,
juga mencoba memahami bahasa al-Quran dengan menerjemahkan bahkan menafsirkan
al-Qur’an. Meskipun penerjemahan al-Quran ataupun penafsirannya baru dapat
dilaksanakan setelah abad ke-19, namun ternyata karya yang dihasilkannya tidak
sedikit.
Langganan:
Postingan (Atom)