Hari Senin, 21 Oktober 2013 ada suasana yang berbeda di Perpustakaan Riset
Pascasarjana UIN Jakarta. Kesibukan terlihat ketika ruang tengah perpustakaan
sudah dipenuhi dengan sejumlah kursi. Rupanya hari itu akan diselenggarakan
Kuliah Umum dan Bedah Buku. Buku yang dibedah berjudul “Faith and the State
; A History of Islamic Phylanthropy in Indonesia” karya Dr. Amelia Fauzia.
Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Brill yang bermarkas di Leiden Belanda dan
Boston Amerika Serikat.
Kuliah Umum dan Bedah Buku yang dilaksanakan pada pukul
10.00 – 12.00 wib ini dibuka oleh Prof. Dr. Suwito selaku Ketua Program Studi
Doktor SPs UIN Jakarta mewakili Direktur SPs UIN Jakarta Prof. Dr. Azyumardi
Azra, MA. Dalam sambutannya, Prof. Suwito menyatakan bahwa kegiatan ini adalah
yang pertama kalinya dilaksanakan oleh Perpustakaan SPs UIN Jakarta. Dia
berharap kegiatan serupa dapat dilaksanakan lebih sering.
Kegiatan ini menampilkan Dr. Amelia Fauzia (LP2M UIN
Jakarta) sebagai penulis buku, Dr. Hilman Latief, MA (Dosen dan Ketua LP2M UMY
Yogyakarta) sebagai pembahas, dan dipandu oleh Ninik Annisa, MA (PIRAC).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Filantropi berarti cinta kasih (kedermawanan dsb) kepada
sesama. Filantropi Islam kurang lebih bermakna kedermawanan sosial yang diatur
dalam ajaran Islam. Ajaran
Islam mengenal banyak sekali ajaran tentang filantropi, baik yang bersifat
wajib seperti zakat dan infak, maupun yang sunnah seperti sedekah, wakaf,
hadiah, dll. Ajaran tersebut sudah menjadi tradisi yang dilaksanakan oleh umat
Islam Indonesia.
Namun, studi tentang
sejarah filantropi sendiri belum dikenal di Indonesia.
Sehingga perlu usaha yang serius untuk mengumpulkan data dan mengambil
kesimpulan tentang filantropi Islam di Indonesia. Bahkan, Dr. Amelia sampai
harus bolak-balik ke Belanda untuk menyelesaikan riset tentang ini.
Dalam paparannya Dr. Amelia Fauzia menyatakan kesimpulan
besarnya :”ketika negara kuat, maka filantropi lemah dan ketika negara lemah
filantropi kuat.” Kesimpulan ini diperoleh melihat dari kasus di Indonesia pada
orde baru dan orde reformasi. Namun ada yang menyimpang dari kesimpulan ini
yakni ketika zaman kolonial. Pada zaman tersebut, negara kuat dan filantropi
pun kuat. Ini disebabkan karena pemerintah kolonial yang sekuler menganggap
bahwa dana masyarakat harus dikelola oleh masyarakat. Bahkan mereka melarang
staf pemerintah yang terdiri dari warga pribumi untuk mengambil keuntungan dari
dana tersebut.
Dr. Amelia membagi sejarah filantropi Islam di Indonesia
pada 3 periode besar, yakni : Masa kerajaan, Masa Kolonial, Masa Kemerdekaan. Hubungan
antara masyarakat dengan negara dalam pengelolaan zakat dan sedekah ditemukan
selalu ada kontestasi. Hal ini terlihat dalam respons masyarakat terhadap
kegiatan filantropi ini yang terbagi kepada 3 kelompok.
Kelompok pertama,
berpendapat bahwa zakat atau sedekah harus dikelola oleh civil society dan
tidak boleh ada campur tangan negara. Suara ini cenderung dimiliki oleh
masyarakat Islam tradisional, tokoh muslim, dan ulama tradisional. Kelompok
kedua, zakat dan sedekah harus dikelola oleh negara, bahkan sebaiknya
diatur oleh negara dengan UU Zakat. Kelompok ini digagas oleh tokoh masyarakat
yang cenderung ingin menegakkan negara Islam. Kelompok ketiga, zakat dan
sedekah dapat dikelola oleh masyarakat yang bersinergi dengan pemerintah. Pendapat
ini disuarakan oleh kalangan muslim modernis utamanya Muhammadiyah ditandai
dengan adanya lembaga PKU (Penolong Kesengsaraan Umum).
Dr. Hilman Latief, juga seorang peneliti tentang filantropi,
sebagai pembahas pada bedah buku kali ini memaparkan bahwa studi filantropi di
Indonesia mengalami pergeseran. Pada tahun 1950-an studi tentang filantropi ini
berkisar pada tataran hukum dan perdebatan tentang fiqih. Pada tahun 1980-an
studi filantropi ini bergeser ke dimensi ekonomi. Sedangkan pasca reformasi
studi filantropi bergeser ke dimensi spiritual.
Menurut Hilman, kesimpulan besar Dr. Amelia, yang menyatakan
bahwa jika negara lemah maka filantropi menguat dan jika negara kuat maka
filantropi melemah, ini mengonfirmasi
dan dikonfirmasi oleh beberapa studi tentang filantropi dunia. Seperti misalnya
studi tentang filantropi di Mesir, Sudan, Palestina, dll.
Masyarakat saat ini tidak menyadari bahwa mereka mempunyai
hak ketika mereka menerima bingkisan atau apa pun dari lembaga filantropi. Pada
saat yang sama lembaga filantropi juga seharusnya membangun kesadaran masyarakat
bahwa mereka mempunyai hak, misalnya hak pelayanan kesehatan dari negara,
sehingga kesejahteraan masyarakat dapat dicapai dengan sinergi antara civil
society dan negara.