Kamis, 12 November 2015

Kuliah Umum dan Bedah Buku Sejarah Filantropi Islam di Indonesia

Hari Senin, 21 Oktober 2013 ada suasana yang berbeda di Perpustakaan Riset Pascasarjana UIN Jakarta. Kesibukan terlihat ketika ruang tengah perpustakaan sudah dipenuhi dengan sejumlah kursi. Rupanya hari itu akan diselenggarakan Kuliah Umum dan Bedah Buku. Buku yang dibedah berjudul “Faith and the State ; A History of Islamic Phylanthropy in Indonesia” karya Dr. Amelia Fauzia. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Brill yang bermarkas di Leiden Belanda dan Boston Amerika Serikat.

Kuliah Umum dan Bedah Buku yang dilaksanakan pada pukul 10.00 – 12.00 wib ini dibuka oleh Prof. Dr. Suwito selaku Ketua Program Studi Doktor SPs UIN Jakarta mewakili Direktur SPs UIN Jakarta Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. Dalam sambutannya, Prof. Suwito menyatakan bahwa kegiatan ini adalah yang pertama kalinya dilaksanakan oleh Perpustakaan SPs UIN Jakarta. Dia berharap kegiatan serupa dapat dilaksanakan lebih sering.

Kegiatan ini menampilkan Dr. Amelia Fauzia (LP2M UIN Jakarta) sebagai penulis buku, Dr. Hilman Latief, MA (Dosen dan Ketua LP2M UMY Yogyakarta) sebagai pembahas, dan dipandu oleh Ninik Annisa, MA (PIRAC).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Filantropi  berarti cinta kasih (kedermawanan dsb) kepada sesama. Filantropi Islam kurang lebih bermakna kedermawanan sosial yang diatur dalam ajaran Islam. Ajaran Islam mengenal banyak sekali ajaran tentang filantropi, baik yang bersifat wajib seperti zakat dan infak, maupun yang sunnah seperti sedekah, wakaf, hadiah, dll. Ajaran tersebut sudah menjadi tradisi yang dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia.

Namun, studi tentang sejarah filantropi sendiri belum dikenal di Indonesia. Sehingga perlu usaha yang serius untuk mengumpulkan data dan mengambil kesimpulan tentang filantropi Islam di Indonesia. Bahkan, Dr. Amelia sampai harus bolak-balik ke Belanda untuk menyelesaikan riset tentang ini.

Dalam paparannya Dr. Amelia Fauzia menyatakan kesimpulan besarnya :”ketika negara kuat, maka filantropi lemah dan ketika negara lemah filantropi kuat.” Kesimpulan ini diperoleh melihat dari kasus di Indonesia pada orde baru dan orde reformasi. Namun ada yang menyimpang dari kesimpulan ini yakni ketika zaman kolonial. Pada zaman tersebut, negara kuat dan filantropi pun kuat. Ini disebabkan karena pemerintah kolonial yang sekuler menganggap bahwa dana masyarakat harus dikelola oleh masyarakat. Bahkan mereka melarang staf pemerintah yang terdiri dari warga pribumi untuk mengambil keuntungan dari dana tersebut.

Dr. Amelia membagi sejarah filantropi Islam di Indonesia pada 3 periode besar, yakni : Masa kerajaan, Masa Kolonial, Masa Kemerdekaan. Hubungan antara masyarakat dengan negara dalam pengelolaan zakat dan sedekah ditemukan selalu ada kontestasi. Hal ini terlihat dalam respons masyarakat terhadap kegiatan filantropi ini yang terbagi kepada 3 kelompok.
 Kelompok pertama, berpendapat bahwa zakat atau sedekah harus dikelola oleh civil society dan tidak boleh ada campur tangan negara. Suara ini cenderung dimiliki oleh masyarakat Islam tradisional, tokoh muslim, dan ulama tradisional. Kelompok kedua, zakat dan sedekah harus dikelola oleh negara, bahkan sebaiknya diatur oleh negara dengan UU Zakat. Kelompok ini digagas oleh tokoh masyarakat yang cenderung ingin menegakkan negara Islam. Kelompok ketiga, zakat dan sedekah dapat dikelola oleh masyarakat yang bersinergi dengan pemerintah. Pendapat ini disuarakan oleh kalangan muslim modernis utamanya Muhammadiyah ditandai dengan adanya lembaga PKU (Penolong Kesengsaraan Umum).

Dr. Hilman Latief, juga seorang peneliti tentang filantropi, sebagai pembahas pada bedah buku kali ini memaparkan bahwa studi filantropi di Indonesia mengalami pergeseran. Pada tahun 1950-an studi tentang filantropi ini berkisar pada tataran hukum dan perdebatan tentang fiqih. Pada tahun 1980-an studi filantropi ini bergeser ke dimensi ekonomi. Sedangkan pasca reformasi studi filantropi bergeser ke dimensi spiritual.

Menurut Hilman, kesimpulan besar Dr. Amelia, yang menyatakan bahwa jika negara lemah maka filantropi menguat dan jika negara kuat maka filantropi melemah,  ini mengonfirmasi dan dikonfirmasi oleh beberapa studi tentang filantropi dunia. Seperti misalnya studi tentang filantropi di Mesir, Sudan, Palestina, dll.


Masyarakat saat ini tidak menyadari bahwa mereka mempunyai hak ketika mereka menerima bingkisan atau apa pun dari lembaga filantropi. Pada saat yang sama lembaga filantropi juga seharusnya membangun kesadaran masyarakat bahwa mereka mempunyai hak, misalnya hak pelayanan kesehatan dari negara, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat dicapai dengan sinergi antara civil society dan negara.

PERSIAPAN 8 HARI REMAJA MESJID AL-BAROKAH SUKSES GELAR GEBYAR MUHARRAM 1435 H

Dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1435 H, Remaja Masjid Al-Barokah yang berlokasi di RW 06 Pasar Jumat Kelurahan Nagri Kaler Kecamatan Purwakarta Kabupaten Purwakarta mengadakan rangkaian kegiatan dengan tajuk Gebyar Muharram 1435 H. Acara tersebut terdiri dari Pawai Obor, Khitanan Masal, dan Pengobatan Gratis.

Acara ini berawal dari amanat ketua DKM Al-Barokah Bapak H. Yaya Abdurrahman yang menyerahkan kepanitiaan bulan Muharram pada remaja masjid.  Amanat tersebut disampaikan disela-sela acara evaluasi pelaksanaan kegiatan Idul Adha 1434 H pada Ahad malam, 20 Oktober 2013. Beliau berpesan yang intinya adalah bahwa kegiatan rutin tahunan DKM Al-Barokah di bulan Muharram adalah khitanan masal yang biasanya diadakan pada 10 Muharram setiap tahunnya, acara selebihnya diserahkan kepada remaja masjid.

Langkah pertama yang dilakukan panitia adalah rapat perdana yang dilaksanakan pada 27 Oktober 2013. Terpilih saudara Yudi Sirojuddin Syarief sebagai ketua panitia secara aklamasi. Kemudian rapat dilanjutkan dengan membahas penentuan waktu kegiatan, mata acara, dan pembagian kerja. Dalam rapat perdana tersebut disepakati bahwa waktu pelaksanaan adalah 1 Muharram 1435 H yang bertepatan dengan 5 Nopember 2013.

Kesepakatan hari pelaksanaan tersebut mengakibatkan konsekwensi yang sangat berat bagi panitia, mengingat waktu yang tersedia sangat sempit yakni tinggal 8 hari. Namun dengan semangat kebersamaan dan saling mengisi di antara panitia yang diibaratkan oleh Ketua Panitia dengan total football, kegiatan Gebyar Muharram 1435 H dapat terlaksana dengan baik.

Penilaian ini, dapat dilihat dari partisipasi masyarakat yang sangat besar pada setiap kegiatan. Pawai Obor sebagai acara pembuka yang dilaksanakan selepas shalat Isya pada 4 Nopember 2013 diikuti oleh hampir 300 orang peserta dari seluruh lapisan warga yang terdiri dari anak-anak, remaja, dan orang tua. Kemudian kegiatan Pengobatan Gratis yang ditargetkan hanya untuk 100 orang pasien, pada pelaksanaannya diminati oleh lebih dari 113 pasien. Bahkan saking membludaknya pasien, panitia yang tadinya merencanakan acara ini dilaksanakan sampai jam 11.00 wib dengan terpaksa menutup pendaftaran satu jam lebih cepat. 


Sayangnya, Khitanan Masal yang ditargetkan 20 anak hanya diikuti oleh 15 orang pendaftar. Ini disinyalir karena kegiatan khitanan masal yang biasanya dilaksanakan pada 10 Muharram dimajukan waktunya menjadi tanggal 1 Muharram. Meskipun target tidak terpenuhi, namun pelaksanaan khitanan masal telah terlaksana dengan baik.